Kamis, 11 Desember 2008

Cerita ini berawal pada saat aku mau di pindah tugaskan ke kota J. Karena baru pertama ke kota tersebut, aku agak kesulitan untuk mencari rumah kontrakan. Untuk itu aku mencoba menghubungi salah satu agen yang memberikan jasa mencari rumah baik untuk dikontrak maupun untuk dibeli yang nomor telponnya ada di koran. Akupun disuruh datang ke kantor agen tersebut. Sesampai di kantor agen tersebut, aku disambut dengan ramah oleh seorang pegawai perempuan yang cantik. Dia menyodorkan daftar alamat rumah-rumah yang akan dikontrakkan. Akupun asyik melihat-lihat daftar tersebut. Tak berapa lama, datang lagi seorang karyawan wanita ke ruangan tersebut. Diapun ikut nimbrung memberikan saran-saran mengenai rumah yang sedang aku cari tersebut. Pada awalnya aku merasa biasa-biasa saja dengan kedua karyawan tersebut. Tetapi setelah ngobrol kesana kemari, aku tertarik dengan karyawan wanita yang datang kemudian itu. Namanya Nuke. Ternyata dia masih kuliah di salah satu PTS di kota tersebut. Saat itu dia masih duduk di semester 6. Dia bekerja di situ untuk menambah-nambah uang saku. Aku sangat tertarik dengan cara dia berdiskusi. Kelihatan sekali kalau dia mempunyai kecerdasan dan wawasan yang luas. Timbullah niatku untuk lebih mengenalnya dengan baik. Setelah memilih beberapa rumah yang sesuai dengan selera dan budget, akupun membuat appointment dengan Nuke mengenai waktu untuk melihat-lihat rumah tersebut. Disepakati besok pagi jam 8 aku dan Nuke serta seorang staff laki-laki, mas Heru, untuk menemaniku melihat-lihat rumah yang telah aku pilih. Kemudian karena tidak ada lagi yang dibicarakan, akupun pamit untuk pulang ke hotel. Besoknya jam 8 pagi aku sudah berada di kantor itu. Ternyata kantor masih sepi. Baru ada seorang karyawan yang masuk. Dia mempersilahkan aku untuk menunggu. Tak berapa lama, mas Heru datang. Disusul dengan Nuke. Mereka minta maaf atas keterlambatannya. “Wah maaf Pak, kami membuat Bapak menunggu. Sudah lama yaa Pak?”, tanya Nuke. “Ah nggak. Baru juga sebentar. Ndak papa kok”, jawabku. Merekapun kemudian bersiap-siap untuk pergi. Tak lama mereka berkemas, kamipun berangkat dengan naik mobil yang kusewa. Hampir seharian kami berkeliling kota melihat-lihat rumah-rumah dalam daftar yang telah kupilih. Akhirnya 7 buah rumah selesai kami survey. Hari sudah hampir sore, sekitar jam 4. Kamipun kembali ke kantor. Setelah itu kami bertiga berdiskusi mengenai hasil survey kami hari itu. Setelah mempertimbangkan berbagai hal, menyangkut masalah keamanan, kenyamanan, harga, dll, akhirnya aku memutuskan untuk memilih rumah yang posisinya agak di pinggir kota, tetapi mempunyai lingkungan yang asri dan harganya juga tidak terlampau mahal. Mas Heru segera menelepon pemilik rumah tersebut dan memberitahukan bahwa aku tertarik untuk mengkontrak rumahnya. Dan kami akan memberikan panjarnya besok pagi. Sudah jam 5 sore lebih ketika kami selesai berdiskusi. Karyawan lain di kantor tersebut sudah pulang semua. Mas Heru dan Nuke pun bersiap-siap untuk pulang. Mas Heru naik motor. Dan kulihat Nuke tidak membawa kendaraan. “Nuke pulang kemana?”, tanyaku. “Ke Jl. KLKLKL, komplek XXXX itu lho Pak…”, jawab Nuke. “Bawa kendaraan nggak?”, tanyaku lagi. “Ahh…..naik bus juga cuma sekali kok Pak. Deket situ”, jawab Nuke. “Ayo sekalian ikut aku saja. Biar sekalian aku lebih mengenal kota ini”, ajakku mulai menebarkan jaring. “Iya, Nuke, ikut Pak Reno aja sekalian. Khan juga Pak Reno lewat tempat kamu itu. Aku khan nggak bisa antar kamu juga. Musti jemput istriku sekarang ”, Mas Heru ikut menimpali, sambil menstarter motornya. “Ahh…ngrepotin aja. Nggak usah lah Pak. Masih banyak bis kok”, jawab Nuke. “Lho ya nggak ngrepotin. Wong kata mas Heru aku juga pasti nglewatin komplek kamu itu kalau mau ke hotel sekarang. Gimana? Ndak ngrepotin kok. Swear!!!!!”, kataku sambil mengacungkan kedua jari tanganku. “Yaaa….baiklah….”, akhirnya Nuke mau. One step ahead, my boy………. Kataku dalam hati. Aku dan Nuke kemudian menuju mobil yang kuparkir di pinggir jalan depan kantor itu. Mas Herupun melaju dengan motornya sambil melambaikan tangannya. Aku bergegas membuka pintu mobil dan mempersilahkan Nuke masuk. Nuke ini memang tidak terlalu cantik. Tapi wajahnya sangat manis dan menarik. Daya tarik yang sangat utama adalah bibirnya itu. Sangat sensual. Apalagi kalau pas tersenyum. Barisan giginya yang putih menambah daya tarik wajahnya. Dan bodinya itu yang luar biasa. Sangat sintal dan berisi. Montok lah pokoknya. Buah dadanya terlihat seperti berdesakan mau menjebol baju kaosnya. Kemudian pantatnya itu juga bundar dan sintal seperti gitar spanyol. Aku jamin seratus persen kalau Nuke ini sudah tidak perawan. Instingku mengatakan begitu dan biasanya tidak pernah salah. Jadi niatkupun semakin tebal untuk mengenalnya “lebih dalam”. Yah daripada di hotel sendirian saja nonton TV, mending cari lawan tanding kayak si Nuke ini. Cuma aku musti hati-hati sekali mengadakan pendekatan ke dia. Ini bukan tipe gadis yang dengan kedipan mata aja langsung buka baju. Nuke ini tipe gadis yang butuh sedikit perjuangan untuk mendapatkannya. Dan kalau masalah perjuangan kayak begini, biasanya aku tidak pernah gagal. “Nuke tinggal sama orang tua ya di sini?”, tanyaku membuka pembicaraan. “Ndak kok Pak. Nuke kost di sini. Orang tua tinggalnya di Bandung”, jawab Nuke. “Oohh……..”, (Asyiikk!!!! Teriakku dalam hati. Berarti satu masalah sudah terpecahkan). “Jadi tinggal di kota ini sejak kuliah aja?”, tanyaku. “Iya Pak”, jawab Nuke. “Ahh….jangan panggil Pak, dong. Jadi formal banget kelihatannya. Panggil Reno aja. Lebih akrab”, kataku. “I…iya…deh”, kata Nuke. “Ini Nuke mau langsung pulang ke tempat kost?”, tanyaku. “Iya lah mas. Habis kemana lagi?”, jawab Nuke. Nah…….. ini dia…… “Bagaimana kalau kita makan dulu. Ya makanan yang khas kota ini lah. Sambil muter-muter kota. Aku khan belum begitu mengenal kota ini. Gimana, setuju nggak?”, aku lempar umpan yang sangat menentukan. “Tapi Nuke belum mandi, Mas. Risih rasanya ………….”, kata Nuke. Nah berarti mau dia. Oke!!!! Mmaaaaaajjjuuuuuuu Jaaalannn!!!!!!!!! “Oke. Aku antar Nuke ke tempat kost. Mandi. Nanti tak tungguin. Habis itu kita langsung jalan. Gimana?”, kataku. “Hmmmm…….. gimana yaaa………. Emang mas mau jalan kemana?”, tanya Nuke. “Yaaa………justru itulah aku minta antar Nuke. Aku sama sekali belum hafal liku-liku kota ini. Yang sudah hafal paling jalan dari bandara, ke hotel, ke kantorku, terus ke kantor kamu itu. Lainnya ya belum pernah”, kataku. “Habis gini lho mas. Terus terang aja yaaaaa…. Aku nggak enak kalau mas nungguin aku di tempat kost. Karena biasanya pacarku nongkrong di sana. Kami biasa makan malem itu bareng-bareng. Dia khan tempat kostnya deketan sama aku. Jadi nanti kalau ketemu pacarku khan nggak enak, gitu lho mass…”, jelas Nuke. “Ohhh ……….. begitu to. Kalau begitu kita langsung jalan aja. Nggak usah mandi dulu lah. Mandinya nanti aja kalau udah pulang. Gimana?”, aku masih berusaha mencari jalan. Pantang menyerah boooo……….. “Hmmm……….. gimana yaaa….. tapi jalannya kemana mas?”, tanya Nuke masih kelihatan ragu-ragu. “Ya kemana aja yang penting bisa nongkrong dan ngobrol santai. Ya ke kafe gitu lah”, kataku. “Wah kalau kafe di J ini, aku nggak berani mas. Habis temen-temen ku sering pada nongkrong juga di tempat-tempat itu. Ntar bisa rame deh”, kata Nuke. “Jadi dimana dong”, tanyaku mendesak. Tanpa terasa dalam proses “negosiasi” itu, aku mengarahkan mobil ke arah luar kota. Aku sendiri nggak tahu kalau itu arah ke luar kota. Karena pikiranku benar-benar tercurah sepenuhnya pada usaha “negosiasi” tersebut. “Atau gini aja Mas. Jalannya besok aja yaaa. Kalau mau besok, kita bisa jalan ke S. Paling satu jam ke sana. Jadi pulang kantor besok, kita berangkat, kemudian pulang lagi ke J ini sebelum jam 11 malam. Gimana? Setuju nggak?”, kata Nuke. “Wah…….. justru besok itu aku sudah harus pulang ke B. Ini tiketnya udah tak beli. Makanya kalau bisa kita jalan aja malam ini. Atau gini aja, Nuke mandi di hotelku aja. Jadi sekalian aku juga bisa mandi. Ntar setelah itu kita baru cari makan ke tempat yang aman buat Nuke”, kataku. “Ketempat aman, emangnya apaan. Nggak gitu mas. Bukannya aku takut. Aku cuma menghindari hal-hal yang tidak diinginkan aja. Lagian kalau ke hotel mas khan nggak enak aku. Wong bawa ganti juga nggak…….”, kata Nuke. Agak kehabisan akal juga aku. Sementara terdiam, aku berpikir keras mencari jalan supaya niatku terlaksana. Karena pada prinsipnya, Nuke ini sudah mau. Tinggal masalah teknisnya aja. Dan nafsuku sudah mulai naik membayangkan tubuh Nuke yang sintal padat montok ini. Tiba-tiba si Nuke berteriak: “Lho, ini mau kemana Mas. Ini khan udah jalan keluar kota. Ini mah udah arah ke kota S. Lho mas ini gimana sih…!”, kata Nuke. “Lho lha ya aku nggak tahu. Lagian kamu tadi nggak bilang-bilang. Khan sudah tak kasih tahu kalau aku nggak hafal jalan di kota J ini”, kataku tanpa rasa salah. “Lha terus dimana nih. Ini kayaknya sudah jauh ke luar kota”, kata Nuke. “Kamu bilang ini arah ke kota S? Ya udah kita langsung aja ke sana. Khan rencana kita emang mau kesana……”, kataku, menyambar kesempatan yang terlihat lagi di depan mata. “Lho, mas ini nekad amat sih. Kita khan belum mandi, nggak bawa ganti lagi. Gimana sih!”, kata Nuke. “Nggak papa. Aku emang nekad. Tapi jangan takut lah, aku nggak bakalan berbuat macem-macem sama Nuke. Gini aja, nanti kita di kota S langsung beli pakaian, terus kita cari hotel buat mandi, terus kita cari makan. Gimana?”, tanyaku. Nuke masih diam. Kelihatan sekali kalau dia berpikir keras. Aku tidak membiarkan dia mengambil keputusan yang merugikan. Jadi rayuanku kutingkatkan lagi. “Gini lho Nuke. Aku janji deh nggak bakalan buat jahat sama Nuke. Aku nggak bakalan deh memperkosa Nuke. Lagian kalau aku emang butuh, apa susahnya beli. Perempuan gituan khan banyak. Semalem aja aku udah ditawarin ama petugas hotel. Tapi aku males yang kayak begituan. Aku sama Nuke itu cuma pengin ngobrol aja. Aku merasa cocok sama Nuke. Jadi nanti di hotelpun nggak papa kalau aku tidur di sofa aja. Nuke yang di tempat tidur. OK?”, rayuku. “Ndak kok mas. Aku nggak berpikiran jelek sama Mas. Kalau emang Mas mau nekad sekarang ke S, ya ayolah. Sekali-kalinya ketemu orang nekad, ya jadi ketularan nekad nih. Tapi Nuke pinjem hand phone nya ya Mas. Nuke musti kasih tahu orang kost kalau Nuke nggak pulang malam ini. Ya tak bilang aja ke tempat saudara”, kata Nuke. Akhirnya, akupun menarik nafas lega. Aku berikan di a HP ku. Nuke menelepon sebentar ke tempat kostnya. Cuma kasih tahu kalau malam ini dia tidak pulang ke tempat kost. Dengan cepat mobil melaju ke kota S. Masuk ke kota S sudah jam 7 malam. Kami langsung mencari department store untuk beli pakaian ganti. Kemudian kami mencari hotel. Sampai di hotel dan masuk ke kamar, baru terasa capeknya badan ini. Aku baru ingat kalau seharian itu aku keliling kota J mencari rumah ditambah perjalanan ke S ini tanpa istirahat sama sekali. Aku persilahkan Nuke untuk mandi duluan. Kemudian baru aku mandi. Selesai mandi, aku sudah bersiap-siap untuk berangkat keluar hotel cari makan. Tetapi Nuke kelihatan kecapaian. Dia tidur-tiduran saja di tempat tidur sambil nonton TV. “Ayo, jadi nggak kita cari makan di luar”, kataku. “Adduhh, jadi males ya Mas. Aku rasanya capek sekali. Bisa pesan makan di hotel saja Mas?”, tanya Nuke. “Iya yaa, aku juga rasanya males keluar lagi. Okelah. Coba tak lihat di restoran hotel dulu. Apa menunya memenuhi selera apa nggak.” Akupun menuju restoran hotel. Setelah melihat menu, aku pesan makanan dan minta supaya di antar ke kamar. Kemudian aku kembali ke kamar. Kami ngobrol ngalor ngidul sambil nunggu makanan datang. Nuke kelihatan lebih segar setelah mandi. Rambutnya yang setengah kering disisirnya lurus ke belakang. Raut wajahnya yang tanpa make up itu malah terlihat lebih menarik. Dan bibirnya yang tidak memakai lipstick masih terlihat merah basah, sensual sekali. Apalagi sambil ngobrol dia duduk dengan santainya di tempat tidur. Kedua kakinya dilipat sambil mendekap bantal di dadanya. Rupanya Nuke tadi di toko belinya itu baju daster. Jadi sesekali kalau kakinya bergerak, dasternya agak tersingkap, dan pahanya yang putih muluspun kelihatan. Akhirnya makan malam kami datang juga. Dengan lahap kami menikmati masakan hotel tersebut. Setelah selesai makan, kamipun melanjutkan ngobrol kesana kemari. Kalau mengikuti kata hati, aku sebetulnya sudah tak tahan untuk segera menubruk dan menggeluti tubuh molek si Nuke ini. Aku sudah membayangkan bentuk tubuhnya dalam keadaan telanjang. Waahh…. Pasti indah sekali. Tanpa terasa peniskupun sudah mulai meregang. Buru-buru aku membetulkan posisi dudukku. Takut ketahuan sama si Nuke ini. Tanpa terasa kami ngobrol sampai jam 11 malam. Dari obrolan si Nuke ini, aku semakin mengenali pribadinya, keluarganya, pacarnya, masalah-masalah yang dihadapinya, dll. Aku sudah merasa mengantuk sekali sebetulnya. Tapi tak usahakan untuk tetap menjadi pendengar yang baik. Kayaknya selama ini si Nuke ini memang kekurangan pendengar. Buktinya dia seperti menemukan muara tempat menumpahkan segala macam keluh kesahnya sekarang ini. “Mas udah ngantuk yaaaa………”, tanya Nuke. “Belum kok”, jawabku. “Bohong ahh. Itu udah nguap sampai ratusan kali. Kalau udah ngantuk ya udah, kita tidur aja. Nuke juga udah ngantuk.” “Iya dehh. Ya udah, sesuai dengan janjiku, aku tidur di sofa ini saja. Nuke tidur aja di tempat tidur situ. OK?”, kataku. “Ah, mas tidur di sini aja. Di tempat tidur aja. Nggak papa koq. Aku percaya sama mas kok. Buktinya sampai sekarang nggak ada apa-apa. Ayo, mas, nggak enak aku kalau mas tidur di sofa begitu”, kata Nuke. “Nggak papa kok. Khan tadi aku udah janji”, kataku. “Kalau mas nggak mau tidur di samping Nuke, ya udah, Nuke mau tidur di bawah saja. Biar adil”, kata Nuke sambil turun dari tempat tidur. “Lho lho lho, ya jangan gitu dong. Oke oke, aku tidur di sini”, kataku sambil melompat ke tempat tidur. “Gitu dong. Kayak anak kecil aja”, kata Nuke. “Eh, berani bilang aku anak kecil yaa. Hati-hati lho, nanti tak……….”, aku sengaja nggak melanjutkan kalimatku. “Sorry….sorry……. Udah ah, tidur aja, lampunya matiin ya Mas”, kata Nuke sambil mematikan lampu kamar yang saklarnya ada disamping kepala tempat tidur. Yang menyala sekarang hanya lampu tidur yang temaram. “Iya deh”, aku jawab dengan malas. Aku mencoba memejamkan mata. Tapi rasa kantukku seperti terbang ditiup angin. Badanku terasa seperti demam. Wah gawat ini. Ini pertanda libidoku mulai naik. Yah, bayangin aja, disampingku tidur tergeletak tubuh molek, montok dan seksi. Sementara aku tidak dapat berbuat apa-apa terhadapnya. Wah bener-bener puyeng kepala ini. Beberapa kali aku menelan ludah mencoba menghilangkan rasa sesak di kerongkongan. Hampir satu jam aku berusaha untuk tidur. Tetapi mata ini tetap tidak mau terpejam. Malah demamku terasa tambah tinggi. Wah ini nggak bisa didiamkan. Aku harus cari cara untuk memulai sesuatu. Nuke sudah dalam genggamanku. Dan sebetulnya dengan kondisi seperti ini, tidak sulit bagiku untuk memulai serangan. Tapi aku sudah terlanjur janji pada Nuke nggak akan macem-macem. Dan aku harus pegang janji itu. Jadi aku harus cari cara agar Nukelah yang mengambil inisiatif serangan. Nah sekarang aku harus cari strategi supaya Nuke mau memulai aktivitas. Aku kemudian turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Di kamar mandi aku berusaha untuk kencing, tapi tak bisa keluar. Ini benar-benar gawat. Aku benar-benar dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Kalau ini tidak terlampiaskan, aku yakin nggak bakalan bisa tidur semalaman. Akhirnya, supaya tidak mencurigakan, aku guyur toilet meskipun aku tidak jadi kencing. Aku keluar dari kamar mandi dengan berjingkat. Kulihat si Nuke memejamkan mata dan nafasnya teratur. Teratur? Ada yang aneh. Nafasnya terlalu teratur untuk orang yang sedang tidur. Lebih tepat kalau dikatakan diatur. Hemmm, jadi diapun tidak bisa tidur rupanya. Cuma berpura-pura tidur. Akupun tersenyum sendiri. It’s about time, baby……..kataku dalam hati. Ya, tinggal soal waktu. Aku yakin sekali itu. Aku kembali membaringkan tubuhku disamping Nuke. Dia menggeliat dan menghadap ke arahku. “Dari kamar mandi mas?”, tanyanya berbisik. “Lho, belum tidur toh? Kirain udah mimpi indah”, kataku pura-pura kaget. “Nggak bisa tidur mas…”, katanya lagi. “Kenapa?”, tanyaku. “Nggak tahu”, jawabnya. “Coba ngitung mundur aja dari seratus, ntar juga ketiduran”, saranku, tapi tentu saja aku berharap dia tidak cepat tidur. Kami terdiam kembali. Aku menunggu. Ya, cuma itu yang bisa ku perbuat. Menunggu dan badanku terasa semakin meriang. Panas dingin menahan hasrat. Beberapa saat kemudian, Nuke kembali berkata pelan. “Mas udah tidur?”, tanyanya. “Udah”, jawabku. “Udah tidur kok jawab”, katanya sambil menepuk lenganku. “Ditanya ya jawab. Emang orang tidur kalau ditanya dilarang jawab”, kataku. Nuke diam lagi. Terdengar dia menghela nafas panjang. “Mas, agak sini dong. Tidurnya kok jauh amat. Takut ama Nuke yaaa”, katanya. Nah, ini dia. Let’s get started, boy…………… Aku menggeser badanku mendekati Nuke. Penisku tanpa kompromi langsung melonjak begitu lenganku bersentuhan dengan lengan Nuke. Benar-benar tak tahu diri dia. Tapi mungkin itu refleksi kegembiraan dia bakal ketemu dengan jodohnya. Aku berbaring diam di samping Nuke. Tiba-tiba tangan Nuke diletakkannya memeluk dadaku. Jantungku agak terlonjak. The time is really coming!!!!!! “Kenapa, dingin yaaa……..”, kataku, dan tanpa mau kehilangan momen, aku meluncurkan tangan kiriku ke atas kepalanya. Dengan reflek Nuke mengangkat kepalanya dan tangankupun jadi memeluk kepala Nuke. Dengan manja Nuke menyandarkan kepalanya ke bahu kiriku. Bau harum rambutnya menerpaku. Aku mengelus kepalanya dengan lembut. Kucium-cium rambut dan kepala atas si Nuke dengan lembut pula. Harum rambut kepalanya terasa masuk dengan lembut ke dalam hidung, leher, dada, dan sedikit menenteramkan gejolak jantungku. Nuke semakin mempererat pelukannya. Akupun semakin tidak dapat mengendalikan diri. Tapi aku belum berani melangkah lebih jauh. Aku adalah orang yang selalu memegang kata-kata. Dan aku nggak mau melanggar janjiku. Kutahan sedapat mungkin nafsu yang sudah bergejolak di seluruh pembuluh darahku. Penisku sudah terasa seperti mau meledak. Rasanya sakit sekali karena geraknya tertahan oleh celana dalam dan celana yang masih kupakai. Tiba tiba si Nuke melingkarkan kakinya ke pahaku. Dan otomatis gerakannya itu membuat pahanya menyentuh batang penisku. Aku agak terhenyak, karena terasa seperti ada stroom tegangan tinggi yang menerpa selangkanganku. “Masss…………”, si Nuke mendesah sambil menengadahkan wajahnya ke wajahku. Nah, inilah saatnya. Aku tak menunggu lebih lama lagi. Segera kupagut bibir Nuke yang merekah itu. Lama bibir kami berpagutan, saling memilin, saling menjilat, saling menggigit, saling mengecup, seperti musafir yang baru menemukan oase ditengah padang pasir. Kami sampai terengah-engah karena terlalu bersemangatnya berciuman. Kami berhenti berciuman karena sudah tidak bisa bernafas lagi. Setelah menarik nafas sebanyak-banyaknya, kami saling berpandangan, dan tersenyum. “Aduh…….sorry, aku kelepasan”, kataku sambil melepaskan pelukannya dan berusaha menjauh. Ini test case aja. Kalau dia udah konak khan nggak bakalan dilepaskan. Dan benar saja. Sambil merengut, Nuke merenggut lenganku dan cepat memagut bibirku. Nah, ini berarti aku sudah masuk jalan tol. Sudah tidak ada lagi penghalang. Dengan aggressif, aku layani cumbuan si Nuke. Aku remas-remas buah dada Nuke yang aduhai montoknya itu. Nuke mendengus-dengus dan seperti kejang-kejang waktu ku pelintir bagian putingnya. Aku mencari-cari kancing daster si Nuke. Pelan-pelan aku buka semua kancing yang ada di bagian dada itu. Setelah kancing yang tiga biji itu terbuka semua, aku angkat daster bagian bawah melewati perutnya, dan kemudian kulepaskan ciumannya sebentar untuk meloloskan daster melewati kepalanya. Nuke tertunduk ketika daster telah terlepas dari tubuhnya. Aku cepat-cepat memeluk dan merebahkannya ke kasur. Sambil mencoba membuka pengait BH nya, aku pagut bibirnya dengan rakus. Nuke menggeliat-geliat. Akhirnya pengaitu BH itupun terlepas. Dengan tidak sabar, aku buka BH Nuke. Dan menjulanglah dua buah gunung kembar sangat sempurna dibawah sinar temaram lampu tidur kamar hotel. Buah dada si Nuke sangat putih dan putingnya masih sangat kecil berwarna coklat muda. Dengan mesra aku cium gunung itu. Nuke agak menggeliat. Kemudian aku mulai menjilati gunung-gunung itu. Kujilat memutar kedua gunung itu bergantian. Kuselingi dengan gigitan-gigitan kecil yang langsung membekas di kulit yang putih mulus itu. Kemudian kujilat naik ke puncak gunung itu. Kusedot-sedot di bagian putingnya. Kugigit-gigit pelan putingnya. Nuke menggeliat-geliat sambil mengangkat-angkat pantatnya. Akupun tidak melewatkan kesempatan itu. Kugapai celana dalam Nuke dan kupelorotkan ke bawah. Sambil tetap menggigit-gigit dan mengisap-isap puncak gunung si Nuke, aku juga menggunakan kaki kananku untuk menurunkan celana dalam Nuke sampai terlepas sama sekali. Kemudian kuusap-usap bukit venus yang menonjol di selangkangan Nuke. Aku mengangkat kepalaku untuk lebih jelas melihat gundukan di selangkangan Nuke. Dan suatu pemandangan indah terhampar di sana. Bulu kemaluan Nuke tertata sangat indah. Warnanya hitam legam, sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Bulu-bulu itu tumbuh berebahan membentuk arus yang sangat rata ke bagian bawah. Di ujung gunung itu, rambut berhenti dan menjulang pinggiran bibir kemaluan yang berwarna merah jambu. Oh, sangat indah dan merangsang pemandangan itu. Aku tidak berlama-lama memandangi memek si Nuke. Kembali aku menundukkan kepalaku dan mencium, mengisap, menggigit, putting susu Nuke. Kemudian jilatanku mulai turun ke arah perut Nuke. Nuke agak meregang waktu lidahku menelusur permukaan kulitnya dari mulai putting susu sampai ke arah pusarnya. Aku juga meninggalkan bekas-bekas gigitan kecil di sepanjang jalan penelusuran lidahku. Kemudian aku berhenti sesaat dan kembali memandangi memek si Nuke. Aku pindah posisi duduk dengan langsung menghadap memek si Nuke. Permukaan memeknya sudah kelihatan mengkilap semakin merangsang. Penisku terasa semakin mendesak. Untuk mengurangi rasa sakit di penis, aku dengan cepat memelorotkan celana pendek dan celana dalam yang kupakai. Dhueenngg!!! Si Joni mengangguk-angguk begitu lepas dari sangkarnya. Aku cepat menunduk dan mendekatkan wajahku ke memek si Nuke. Bau harum vaginanya semakin membuat nafsuku bergejolak. Pelan kucium permukaan memeknya. Nuke menggeliat. Kemudian aku jilati dengan lembut sekitar bibir memeknya. Nuke mengangkat pantatnya sambil berpegangan pada sprei. Terdengar Nuke mendesah panjang “aaaaaaahhhhhh..”. Aku kemudian ciumi pahanya. Kutelusur permukaan kulitnya dengan lidahku mulai dari samping bibir memeknya sampai ke paha nya. Juga tak lupa kutinggalkan beberapa gigitan kecil di beberapa tempat. Nuke melonjak-lonjakan pantatnya beberapa kali. Dia berusaha menyodor-nyodorkan memeknya setiap kali lidahku mampir di pangkal pahanya. Aku sengaja masih belum menyentuh memeknya dengan lidahku. Biar penasaran dulu dia. Nanti nikmatnya khan berlipat-lipat. Setelah agak lama dan banyak membuat tanda gigitan merah dari pangkal paha sampat lutut si Nuke, aku mulai mengarahkan sasaran pada memek si Nuke. Aku dekati dengan pelahan memek si Nuke. Kemudian aku jilat dengan mesra bibir memeknya. Nuke menggelinjang dan mendesah :”auuhhhhhhhhh…….”. Kubuka sedikit bibir memek Nuke dengan kedua jariku. Terlihat bagian dalam memeknya sudah basah kuyup dan berkilat-kilat. Ada satu tonjolan kecil sebesar kacang tanah kelihatan menjulang di bagian atas liang memeknya. Aku segera menundukkan kepada dan menjilat bagian menonjol itu. “AAAGGGHHHHHHHH……..!!!!!!”, si Nuke melenguh dengan keras dan mengangkat pantatnya tinggi-tinggi. Kumasukkan lidahku ke dalam memek Nuke kemudian kuputar-putar dengan tekanan yang kuat ke sekeliling dinding liang memek Nuke. Nuke semakin kesetanan. Dijambaknya rambut kepalaku sambil menekan kepalaku ke semakin keras ke arah memeknya. Sesekali aku gigit-gigit bagian klitorisnya. Diselingi dengan sedotan-sedotan kuat pada klitorisnya itu. Semakin lama napas Nuke semakin tak beraturan. Mulutnyapun mendesah-desah dan kadang-kadang menjerit kecil, terutama pada saat klitorisnya kugigit-gigit dengan gemas. Tiba-tiba kedua kaki Nuke menjepit kepalaku dengan kuat sekali. Kedua tangannya juga menekan kepalaku sekuat tenaga sehingga hidungku pun tenggelam dalam bukit memeknya. Aku sampai nggak bisa menarik nafas. Kutahan nafasku sambil menggigit klitorisnya dengan agak kuat. Nuke mengerang dan menggelinjang. Kemudian kusedot memeknya dengan kuat. Nuke terhempas ke kasur dengan mengeluarkan suara dengusan yang kuat. Akupun terbebas dari jepitan kakinya. Dengan terengah-engah, kutarik nafas sebanyak-banyaknya seperti orang yang habis tenggelam di dalam air. Kulihat Nuke tergeletak lemas dan masih belum bisa mengatur nafasnya. Kucium sekali lagi memek Nuke. Nuke mengangkat kepalanya dan tersenyum mesra. “Hebat sekali permainan Mas……..”, kata Nuke. Aku cuma tersenyum dan turun dari tempat tidur mencari handuk untuk melap mulut dan mukaku yang berlepotan cairan memek si Nuke. Setelah melap mukaku, aku kembali ke tempat tidur. Belum sempat naik ke ranjang, si Nuke sudah menyambutku dengan pelukan dan ciuman. Kemudian dia melucuti kaosku. Aku sendiri sudah tidak memakai celana dalam. Penisku langsung tegak waktu si Nuke memelukku. Kehangatan tubuhnya mengalir ke segenap syaraf di tubuhku. Nuke dengan cepat melempar kaosku dan kemudian kembali menciumi leherku, dadaku dan susuku. Diapun dengan ahlinya memainkan lidahnya menelusuri seluruh permukaan kulit dadaku. Lidahnya berputar-putar disekitar putting susuku. Kemudian dia mulai menyedot-nyedot dan menggigit-gigit kecil putting susuku. Aku semakin merasakan nikmat. Apalagi waktu dia menyedot dan menggigit putting susuku yang kanan. Mungkin pembaca sudah tahu dari ceritaku yang lalu (Karaoke 1) bahwa aku paling suka digigit dan disedot putting susu bagian kanan. Entah mengapa putting susu kananku lebih memberikan kenikmatan dibanding putting susu kiriku. Lidah Nuke mulai meluncur ke bagian bawah tubuhku. Tak lupa dia juga meninggalkan bekas-bekas gigitan kecil sepanjang bekas telusurannya itu. Tangannya juga dengan halus mengelus-elus batang penisku. Dielusnya dengan mesra mulai dari pangkal penis sampai kekepalanya. Penisku terasa semakin mau meledak. Terasa seluruh pembuluh darah di penisku bagaikan tak mampu menampung aliran darah yang mengalir semakin deras karena elusan tangan si Nuke. Kemudian sambil berjongkok, wajah si Nuke pas menghadap ke penisku. Dijilatinya dengan rakus kepadla penisku. Diputarinya kepada penisku dengan lidahnya. Diapun memberikan gigitan-gigitan kecil pada bagian bawah penisku. Ini membuat seluruh bulu di tubuhku meremang. Selain itu, dia bisa dengan cepat mengerak-gerakkan lidahnya di kepala penis bagian bawah ini. Ohhh, serasa isi kamar ini berputar dengan cepatnya. Lama-lama aku tak tahan berdiri diperlakukan begitu. Akupun duduk di tepi tempat tidur. Si Nuke mulai menjilati bagian batang penisku. Dijilatinya mulai dari kepala penis, terus ke batangnya, sambil menggigit-gigit kecil, terus dijilat sampai ke bagian bola. Oh, sulit kuceritakan rasa nikmat yang kualami saat itu. Yang jelas aku cuma bisa merem melek dan mendesah-desah saja. Kemudian dikelomohnya seluruh kepala penisku masuk ke mulutnya. Lidahnyapun dengan nakal menggelitik kepala penisku yang sudah masuk ke mulutnya itu. Badanku sampai bergetar menahan rasa geli-geli nikmat itu. Dan kemudian dengan keras si Nuke menyedot penisku. Serasa semua pembuluh darah di penisku mau pecah, karena aliran darah di sana meningkat dengan cepat. Kujepit kepala Nuke dengan kedua kakiku sambil menahan rasa nikmat yang tak tertahankan. Ternyata si Nuke ini sudah sangat ahli dalam memainkan lidah dan mulutnya. Aku benar-benar angkat jempol atas prestasi si Nuke ini. Aku nggak mau kalau sampai mengalami ejakulasi diperlakukan begitu sama si Nuke. Akupun berdiri dan kutarik si Nuke supaya berdiri juga. Aku peluk si Nuke dan kucium bibirnya dengan mesra. “Luar biasa kamu…..”, bisikku di telinganya. Nuke cuma tersenyum manja. Akupun membopong Nuke dan menidurkannya di ranjang. Aku ingin segera memasuki liang memek si Nuke. Kuganjal pantat si Nuke dengan bantal, supaya posisinya lebih tinggi dan penisku bisa masuk lebih banyak ke memeknya. Gundukan memeknya jadi kelihatan semakin gemuk dan merekah menantang sekali. Aku jilat sekali lagi memek Nuke untuk meyakinkan bahwa dia siap menerima kehadiran penisku. Nuke menggeliat waktu lidahku masuk ke memeknya dan menyentuh klitorisnya. Kemudian aku siapkan posisiku dengan berdiri di lutut dan penis langsung menghadap ke mulut memek si Nuke. Kubuka bibir memek Nuke dengan jari tangan kiriku. Terlihat dinding dalam memek si Nuke ini sudah berkilat-kilat kemerah-merahan. Kemudian kuarahkan penisku langsung ke mulut memek Nuke. Kuletakkan kepala penis di pintu gerbang kenikmatan itu. Kudorong kepala penisku dengan jari tangan kananku supaya masuk ke memek Nuke, sementara jari kiriku tetap menahan bibir memek Nuke supaya tetap membuka. Nuke mendesah waktu kepala penisku memasuki liang memeknya. Terasa hangat sekali memek si Nuke ini. Dan dengan cepat kehangatan itu menyebar ke seluruh selangkanganku. Kemudian ku gerakkan sedikit maju mundur maju mundur maju mundur sehingga dengan pelan tapi pasti seluruh batang penisku terbenam di liang memek si Nuke. Nuke mendesah-desah dan berpegangan erat pada sprei. Setelah masuk semua batang penisku, aku beristirahat sebentar sebelum mulai menggenjot memek si Nuke. Aku menundukkan badan dan kucium susu Nuke bergantian. Kemudian kucium bibirnya dengan mesra. “Siap?”, tanyaku sambil kupandang matanya yang meredup. “Hmmmm..”, Nuke mengangguk kecil dan tersenyum. Akupun kemudian mengambil posisi yang enak agar bisa menggenjot memek si Nuke dengan nyaman. Kuletakkan kedua tanganku di samping bahu si Nuke dan mengambil posisi seperti orang push up. Kemudian pelan-pelan mulai kuangkat pantatku. Setengah batang penisku keluar, kemudian kudorong lagi. Semakin lama gerakanku naik turun semakin cepat. Gunung kembar di dada si Nuke terguncang-guncang waktu aku melakukan gerakan memompa ini. Dengan gemas aku selingi gerakanku dengan mencium, menyedot dan menggigit daerah putting susu Nuke. Nuke mengimbangi gerakanku dengan baik. Diputar-putarnya pantatnya seirama dengan gerakan pantatku naik turun. Terasa sekali penisku seperti mengaduk-aduk isi memek si Nuke. Dinding memeknya sangat lembut tapi menggigit. Kadang terasa seperti ada pijatan yang mengalir dari pangkal penisku ke kepala penis. Luar biasa sekali nikmatnya. Setelah tanganku merasa capai menopang tubuhku dalam posisi demikian, akupun menegakkan tubuhnya dengan posisi berdiri di atas lutut. Untuk keseimbangan, aku buka kaki si Nuke lebar-lebar. Sambil berpegangan pada paha Nuke, akupun memberikan pijatan-pijatan berputar di pangkal paha sampai daerah sekitar gunung memek si Nuke. Reaksinya luar biasa sekali. Nuke jadi semakin kalap dan mendengus-dengus tidak karuan. Gerakan putaran pantatnya jadi semakin liar. Dengan posisi ini aku bisa memandangi dengan leluasa keluar masuknya penisku di memek si Nuke. Kadang-kadang aku merendahkan pantatku supaya efek sodokan di bagian atas dinding memek si Nuke lebih terasa. Dan Nuke pun semakin beringas. Mulutnya mulai menceracau, antara lenguhan, dengusan, ocehan, nggak jelas mana yang tepat. Jika gerakan pantat si Nuke sudah mulai melonjak-lonjak tak karuan, aku sengaja menghentikan gerakan maju mundurku. Setelah pantat si Nuke gerakannya pelahan lagi, aku tarik pelan-pelan penisku dan kemudian memberikan sodokan yang cepat ke memek Nuke. Tanpa komando lagi, pantat Nuke langsung melonjak dan berputar lagi dengan keras. Aku sangat menikmati permainan itu. Apalagi pemandangan yang kulihat di memek si Nuke ini. Bibir memeknya masih sangat mulus dan halus. Setiap kutarik penisku, bibir memeknya ikut tertarik keluar dan lipatan dalamnya kelihatan. Tapi begitu kusodokkan penisku, bibir memeknya langsung melipat ke dalam dan seperti menelan penisku. Indah sekali. Setengah jam kemudian, badanku sudah basah oleh keringat. Nuke juga sudah berkeringat, apalagi gerakannya kadang-kadang sangat liar. Kadang-kadang menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kuat, kadang-kadang mengangkat badannya, menciumku dengan rakus, dan kemudian menjatuhkan badannya lagi. Yang jelas sprei tempat tidur sudah tidak beraturan lagi. Akhirnya kurasakan denyutan-denyutan di kepala penisku. Wah udah hampir meledak nih. Kulihat Nuke masih mengelinjang-gelinjang menikmati sodokan-sodokan penisku. Akupun mengatur nafas sebisaku berusaha untuk menahan ledakan yang sudah siap terjadi ini. Kubantu Nuke mencapai orgasme dengan menekan-nekan dan membuat putaran-putaran kecil di bagian atas mulut memeknya. Berhasil juga. Tiba-tiba Nuke merenggut leherku dan mendekapku dengan kuat. Kakinya juga menjepit pinggangku kuat sekali. Kepalanya terlempar ke belakang dan mulutnya setengah terbuka sambil mendesah kuat “aaagggghhhhhhh………….”. Akupun tak perlu menunggu lebih lama lagi. Segera kujatuhkan badan Nuke ke kasur dan akupun memeluknya dengan erat sambil kupercepat pompaanku. Pantatku hampir-hampir tidak bisa bergerak karena jepitan kaki Nuke yang sangat kuat. Tapi dengan sedikit ruang gerak itu, kupercepat gerakan penisku. Terasa penisku dijepit dengan kuat oleh memek si Nuke. Kepala penisku terasa panas, berdenyut, dan akhirnya suatu ledakan yang sangat dahsyat pun terjadilah. Kusemprotkan seluruh air mani yang ada ke dalam lubang memek si Nuke. Sekali, dua kali, tiga kali, sampai empat kali aku mengejan. Badanku menjadi tegang sambil masih berpelukan kuat dengan Nuke. Beberapa saat tubuh kami masing tegang berpelukan sambil menahan nafas berusaha meresapi sedalam mungkin rasa nikmat yang kami dapatkan. Akhirnya tubuh kami menjadi lemas dan pelukan Nukepun mengendor. Kakinya sudah tidak menjepit pinggangku lagi. Tapi aku masih tetap tergeletak di atas tubuh Nuke. Kucium kening, mata, hidung dan bibir si Nuke. Nuke tersenyum dan balas menciumi mukaku. Benar-benar sangat berkesan permainan kami tadi. Lama kami masih saling berpagutan dalam posisi seperti itu. Seolah-olah kami enggan untuk melepaskan kenikmatan yang baru saja kami reguk. Akhirnya kami saling melepaskan pelukan. Dengan pelahan kucabut penisku dari lubang memek Nuke. Nuke sedikit menggelinjang waktu kepada penisku melewati bibir memeknya. Setelah lepas, buru-buru Nuke bangkit dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi. Akupun mengikuti dari belakang. Kulihat Nuke sedang berjongkok dan menyiram selangkangannya dengan air. Akupun berjalan ke shower dan menghidupkan shower. Kamipun mandi bersama-sama. Saling menyabuni, saling berpagutan, saling mengelus, saling menghanduki. Dan malam itu kami tidur nyenyak sekali, serasa dunia ini menjadi ringan sekali. Setelah kejadian malam itu, kami masih sering bertemu dan memadu kasih. Memang kami melakukannya dengan sembunyi-sembunyi, karena Nuke masih punya pacar resmi, dan akupun sudah berkeluarga. Sampai beberapa bulan kemudian, karena kesibukan pekerjaan, kami semakin jarang bertemu. Sampai saat terakhir pertemuan kami, Nuke mengabarkan bahwa dirinya sudah telat dua minggu. Dia bingung, karena dia belum siap untuk menjadi ibu. Meskipun pacarnya siap untuk bertanggung jawab, tetapi akhirnya Nuke memilih untuk menggugurkan kandungannya. Dia takut kalau nanti bayinya tidak mirip bapaknya, tapi malah mirip dengan aku. Setelah itu, seolah-olah dia menghilang dari permukaan bumi. Kucoba menghubungi tempat kostnya juga katanya sudah pindah. Semoga saja dia membaca kisah ini dan ingat saat-saat yang sangat membahagiakan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar